[portalpiyungan.co] Jokowi tampaknya sangat risau dengan ujaran kebencian di berbagai media sosial (kayak facebook, twitter) dan mungkin juga media online. Polisi cyber sibuk bekerja keras dan pusing seolah perang melawan angin. Sementara Kemeninfo belagak dongok, tidak tahu apa yang dilakukannya karena berada dalam dilema.
Kalau Jokowi proporsional, dan berani mengambil keputusan, soal kebijakan provider, persoalannya akan tampak lebih sederhana. Maukah pemerintah menghentikan tekanan untuk mencari duit sebesar-besarnya dari mana-mana? Jika berani, ambil keputusan identitas tunggal dalam sistem pendataan kependudukan kita.
Memang berat melawan preman dan para komprador. Tapi kebijakan liberal dalam kepemilikan nomor telepon seluler, juga sama konyolnya. Apalagi mengijinkan provider memproduksi nomor ponsel (kartu perdana) sekali pakai buang, dengan sistem registrasi online (yang mudah dipalsukan), dan membolehkan orang bebas berganti-ganti nomor ponsel dan bahkan memiliki sampai lebih dari dua dan bahkan bisa sebanyak-banyaknya, asal kuat beli.
Di beberapa negara Eropa dan Amerika, kepemilikan nomor ponsel sangat dibatasi dan diawasi ketat, dengan sistem registrasi manual, on paper, dan satu identitas satu nomor ponsel. Kalau pun nambah menjadi dua nomor, hanya untuk kepentingan bisnis komersial, itu pun dengan persyaratan ketat.
Sementara, Indonesia begitu sangat liberal, justeru dengan kualitas SDM yang rendah secara international, tingkat literasi yang juga rendah di antara bangsa-bangsa lain. Ini sangat kontra-produktif. Beranikah Jokowi memutuskan kebijakan satu NIK satu nomor ponsel yang terintegrasi, dengan syarat dan ketentuan berlaku, misal pembatasan umur minimal 18 tahun?
Dengan pembatasan nomor ponsel, sebagai basis pembuatan email, dengan sendirinya berbagai macam akun medsos berbasis email akan turun drastis dan memudahkan pendeteksian (sepanjang pemerintah juga konsisten tetap berpijak pada kebebasan berpendapat dan menghargai HAM). Toh, bukankah penghasilan dari jualan pulsa ponsel itu juga larinya keluar negeri, sebagai pemilik saham mayoritas?
Jangan lupa para buzer dengan ekonomi liberal pemerintah (soal penjualan kartu perdana itu) bisa punya akun lebih dari 50 biji. Saatnya Jokowi berpikir proporsional soal ini, untuk tidak hanya berani melawan angin.
Penulis: Sunardian W. - Via http://www.portalpiyungan.co/2016/12/catatan-inilah-blunder-pemerintahan.html - On December 29, 2016 at 09:26PM
LAYANAN XL BURUK - Jaringan XL Lemot - Jaringan XL Lambat - Jaringan XL Sampah - begitulah ucapan masyarakat ketika jaringan XL mati mulai 1 Desember tapi tidak ada tanggapan, saya buatkan sebuah blog yang silahkan diturunkan sendiri, - ini merupakan tanggung jawab dari CEO Dian Siswarini yang tidak melakukan kontrol ke bawahannya -
- Komplain Rangers tidak ada jawaban di FB Page
- Rangers tidak ada balasan di Kaskus care - semua pada pindah kartu ( Jangan alasan penuh mail )
- Komplain lewat aplikasi juga ngak dibalas,
Bersadarkan pantauan XL memang merubah tarifnya lebih dulu ketimbang jaringannya yang dijanjikan berubah 2 bulan sebelumnya - xl malah merubah tarif 9 Desember tapi jaringan malah semakin letoy, apa bagusnya pindah ke PRIORITAS ?? prioritas cuman membebankan kami, tidak ada gunanya, itu artinya nasibku bergantung padamu, kalau pakai prabayar, ngak suka patahkan SCnya - toh sc cuman 6000 rupiah, ngak ada nilainya, bisa dibuat melanggar undang undang lagi.
Nah mana tanggung jawab dari CEO atau dari pihak XL yang tidak memberikan konfirmasi seolah olah tidak ada masalah sama sekali, karena nyata nyata masalah besar sejak 1 Desember 2016 ada dan tidak selesai sampai tulisan ini diposting, silahkan layangkan melalui media cetak permohonan maaf - JARINGAN XL SAMPAH - JARINGAN XL LEMOT - JARINGAN XL MAHAL - PAKET INTERNET XL SAMPAH - XL AXIATA SAMPAH - DIAN SISWARINI MUNDUR - TIDAK TAHU MALU - XL MALING PULSA - XL MALING
0 Response to "[CATATAN] Inilah Blunder Pemerintahan Jokowi - BURUK DAN MAHALNYA XL PRIORITAS"
Post a Comment