Disrupsi teknologi telah menumbuhkan model bisnis baru bagi para pelaku ekonomi, seperti maraknya online-store dan video blogging.
Dalam era ini juga dikenal aktivitas ekonomi yang disebut dengan gig economy.
Artikel ini akan mengulas pengertian gig economy dan perkembangannya di era digital.
1. PENGERTIAN GIG ECONOMY.
Hingga kini belum ada definisi yang pasti terkait dengan gig economy. Namun demikian, kita bisa memahaminya melalui makna kata gig economy itu sendiri.
Menurut Merriam-Webster Dictionary, kata gig mengandung arti:
- a job usually for a specified time.
- to work as a musician.
Salah satu studi menyatakan jika istilah gig mengacu pada dunia musik, yakni situasi dimana individu mendatangi studio musik untuk melakukan rekaman satu lagu, secara solo atau dalam sebuah band.
Karena hanya memainkan satu lagu, maka tidak ada ekspektasi apakah individu tersebut akan melakukan rekaman lagi di studio yang sama pada kesempatan berikutnya.
Dari sini muncullah istilah gig employment, yang dimaknai sebagai pekerjaan yang dilakukan satu kali, dimana pekerja diberi tugas tertentu dalam periode waktu yang sudah ditentukan (Abraham, Katharine G., et.al. Measuring the Gig Economy: Current Knowledge and Open Issues, March 2, 2017).
Sementara Brinkley dalam studinya menggambarkan gig economy sebagai sektor ekonomi yang terdiri dari pekerja profesional yang bekerja secara independen (sering disebut dengan freelancer), dimana mereka menerima pekerjaan dari proyek-proyek tunggal berjangka pendek, dari institusi (perusahaan maupun organisasi nir-laba) maupun perorangan.
Adapun pondasi utama dari aktivitas ini adalah platform online yang tersedia pada jaringan internet (Brinkley, Ian. In search of the Gig Economy, The Work Foundation, August, 2016).
Studi lain menjelaskan aktivitas gig economy sebagai kesepakatan kerja jangka pendek dengan imbal-balik penghasilan (uang), antara individu dengan individu atau institusi, melalui platform digital yang memfasilitasi kedua pihak.
Dalam pengertian ini tidak termasuk individu yang menemukan pekerjaan melalui aplikasi lowongan kerja secara online, atau individu yang bergabung dengan platform penjualan online.
Dengan kata lain, platform digital ini semata-mata menghubungkan pemberi kerja dengan freelancer dalam kaitan dengan pekerjaan yang ditawarkan (Lepanjuuri, Katriina, Robert Wishart, and Peter Cornick. The Characteristics of Those in the Gig Economy, Department for Business, Energy & Industrial Strategy, Final Report, February, 2018).
2. PERKEMBANGAN AKTIVITAS GIG ECONOMY.
Dari penelitian Lepanjuuri, Wishart, dan Cornick seperti tersebut diatas, diketahui jumlah profesional yang bekerja di sektor gig economy di wilayah Inggris Raya, sekitar 2.8 juta jiwa, atau setara dengan 4.4% populasi.
Dari jumlah tersebut, sekitar 56% merupakan anak muda berusia 18 – 34 tahun, dan 35% lainnya berusia 35 – 54 tahun.
Sementara Brinkley mencatat peningkatan jumlah freelancer yang cukup signifikan di wilayah Eropa, dari sekitar 6.2 juta pada 2004, menjadi 8.9 juta di 2013 (Brinkley, Ian. In search of the Gig Economy, The Work Foundation, August, 2016).
Dalam laporannya, McKinsey Global Institute mengungkapkan sekitar 20 – 30% usia produktif di Amerika Serikat, Perancis, Spanyol, Inggris, Swedia, dan Jerman, atau tak kurang dari 162 juta individu, terlibat dalam pekerjaan profesional independen pada 2016.
Adapun alasan para profesional melakukan pekerjaan independen antara lain:
- mereka menjadikan pekerjaan independen sebagai sumber penghasilan utama.
- mereka bekerja sebagai pekerja independen untuk memperoleh penghasilan tambahan; dalam hal ini, mereka telah memiliki sumber penghasilan utama yang memadai.
- mereka sebenarnya menginginkan pekerjaan rutin, namun belum menemukan yang sesuai.
- mereka melakukan pekerjaan independen karena penghasilan utama tidak mencukupi.
Penelitian lain memproyeksikan peningkatan pekerja independen di Amerika Serikat dari 16.9 juta jiwa di 2016, menjadi 19.2 juta jiwa pada 2021.
Dari jumlah tersebut, tak kurang dari 50% tenaga kerja di institusi swasta terlibat secara aktif sebagai pekerja profesional independen (Emerge. The Rise of the Gig Economy, Emerge White Paper, 2018).
3. KEUNGGULAN DAN TANTANGAN GIG ECONOMY.
Terdapat berbagai keunggulan pada model aktivitas gig economy, baik dari sisi pemberi kerja maupun para pekerja profesional, antara lain:
dari perspektif pemberi kerja:
- pemberi kerja bisa menentukan dari sekian banyak pilihan pekerja profesional independen yang akan dipekerjakan.
- berpotensi menghemat biaya, daripada jika pekerjaan tersebut dilakukan sendiri.
dari sudut-pandang pekerja independen:
- pekerja independen sangat senang dengan waktu kerja yang fleksibel.
- pekerja independen bisa menghasilkan lebih banyak kreasi dan inovasi yang dibutuhkan pemberi kerja.
Namun demikian, berbagai tantangan juga melekat pada gig economy, diantaranya:
- karena pekerjaan tidak selalu tersedia dan persaingan ketat diantara para freelancer, maka penghasilan yang diperoleh juga tidak menentu. Dalam jangka panjang, hal ini harus benar-benar menjadi pertimbangan.
- beberapa aspek seperti regulasi, perlindungan hukum, dan kewajiban perpajakan, perlu mendapatkan perhatian dari pengambil kebijakan publik.
Demikian pemaparan tentang gig economy dan perkembangannya di era digital. **
ARTIKEL TERKAIT :
Perkembangan Revolusi Industri 4.0 (Industrial Revolution 4.0) dan Tantangan ke Depan
Peran dan Tantangan Industri FinTech (Financial Technology) dalam Perekonomian
Menyoroti Perkembangan Industri Ritel (Retail Industry) di Era Digitalisasi
Memahami Konsep Ekonomi Digital (Digital Economy) - Via http://www.ajarekonomi.com/2019/01/mengenal-konsep-gig-economy-dan.html - On January 21, 2019 at 10:53PM
LAYANAN XL BURUK - Jaringan XL Lemot - Jaringan XL Lambat - Jaringan XL Sampah - begitulah ucapan masyarakat ketika jaringan XL mati mulai 1 Desember tapi tidak ada tanggapan, saya buatkan sebuah blog yang silahkan diturunkan sendiri, - ini merupakan tanggung jawab dari CEO Dian Siswarini yang tidak melakukan kontrol ke bawahannya -
- Komplain Rangers tidak ada jawaban di FB Page
- Rangers tidak ada balasan di Kaskus care - semua pada pindah kartu ( Jangan alasan penuh mail )
- Komplain lewat aplikasi juga ngak dibalas,
Bersadarkan pantauan XL memang merubah tarifnya lebih dulu ketimbang jaringannya yang dijanjikan berubah 2 bulan sebelumnya - xl malah merubah tarif 9 Desember tapi jaringan malah semakin letoy, apa bagusnya pindah ke PRIORITAS ?? prioritas cuman membebankan kami, tidak ada gunanya, itu artinya nasibku bergantung padamu, kalau pakai prabayar, ngak suka patahkan SCnya - toh sc cuman 6000 rupiah, ngak ada nilainya, bisa dibuat melanggar undang undang lagi.
Nah mana tanggung jawab dari CEO atau dari pihak XL yang tidak memberikan konfirmasi seolah olah tidak ada masalah sama sekali, karena nyata nyata masalah besar sejak 1 Desember 2016 ada dan tidak selesai sampai tulisan ini diposting, silahkan layangkan melalui media cetak permohonan maaf - JARINGAN XL SAMPAH - JARINGAN XL LEMOT - JARINGAN XL MAHAL - PAKET INTERNET XL SAMPAH - XL AXIATA SAMPAH - DIAN SISWARINI MUNDUR - TIDAK TAHU MALU - XL MALING PULSA - XL MALING
0 Response to "Mengenal Konsep Gig Economy dan Perkembangannya di Era Digital noreply@blogger.com (setiyo hn)"
Post a Comment